Rabu, 10 April 2013

TINDAK PIDANA MEMAKSA MASUK RUMAH TANPA HAK

Lengkapnya adalah “tindak pidana memaksa masuk rumah atau pekarangan yang tertutup tanpa hak. Dirumuskan dalam Pasal 167 KUHP, bunyinya sbb.: (1) Barangsiapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada disitu dengan melawan hukum dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500,00. (2) Barangsiapa masuk dengan merusak atau memanjat, dengan menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu, atau barangsiapa tidak setahu yang berhak lebih dahulu serta bukan karena kekhilafan masuk dan kedapatan di situ pada waktu malam, dianggap memaksa masuk. (3) Jika mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. (4) Pidana tersebut dalam ayat (1) dan (3) dapat tambah sepertiga jika yang melakukan kejahatan dua orang atau lebih dengan bersekutu. Tindak pidana Pasal 167 KUHP merupakan penyerangan terhadap hak kebebasan rumah tangga (huisvredebreuk) , ada tiga macam. Dua diirumuskan dalam ayat (1) dan satu dalam ayat (3). Sementara ayat (2) tidak memuat rumusan tindak pidana, berhubung tidak dicantumkan ancaman pidana. Rumusan ayat (2) tentang perluasan pengertian dari perbuatan memaksa masuk sebagaimana dalam ayat (1). Sementara ayat (4) merumuskan syarat pemberatan pidana dari tindak pidana dalam ayat (1) dan ayat (3). 1. Tindak Pidana Pasal 167 Ayat (1) yang Pertama Tindak pidana pertama [ayat (1)] terdiri dari unsur-unsur berikut ini. a. Perbuatan: memaksa masuk ke dalam: b. Objek: - rumah; - ruangan; - pekarangan yang tertutup; yang dipakai orang lain; c. dengan melawan hukum. Perbuatan memaksa/menerobos masuk dengan melawan hukum (wederrechtelijk binnendringen) terjadi dalam dua hal, ialah: 1) Bila sebelumnya telah diberi suatu tanda larangan bagi orang yang tidak berhak untuk masuk ke dalam sebuah rumah, ruangan atau pekarangan yang tertutup. Misalnya dengan tulisan “dilarang masuk” atau “masuk harus mendapat ijin”, atau pintu pagar atau pintu rumah tertutup rapat dan dikunci. Maka setiap orang yang tanpa hak di larang memasuki rumah, ruangan atau pekarangan yang tertutup meskipun tidak diketahui orang yang berhak. Orang yang masuk itu telah melakukan perbuatan memaksa masuk. Dengan demikian perbuatan itu telah mengandung sifat melawan hukum. Sifat melawan hukumnya perbuatan memaksa masuk justru terletak pada tidak mengindahkan tanda larangan masuk semacam itu. Artinya orang yang masuk tanpa mengindahkan tanda-tanda larangan tersebut, adalah bertentangan dengan kehendak dari orang yang berhak. 2) Bila tanda-tanda larangan masuk tidak ada, kemudian ada orang hendak masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan yang tertutup, oleh orang yang berhak - melarangnya untuk masuk, baik dengan ucapan atau disertai dengan perbuatan, misalnya dengan menghalangi dengan membentangkan tangannya atau dengan menutup pintu. Orang itu tidak mengindahkannya dan tetap menerobos masuk ke dalam, maka orang itu juga melakukan perbuatan memaksa masuk. Perbuatan memaksa masuk semacam itu telah mengandung sifat melawan hukum. Sifat melawan hukumnya perbuatan itu terletak pada tidak mengindahkan larangan masuk oleh orang yang berhak tadi. Artinya juga bertentangan dengan kehendak dari orang yang berhak. Objek rumah (woning) haruslah diartikan sebagai suatu tempat yang digunakan oleh orang untuk berdiam/tinggal. Di dalam Memorie van Antwoord (MvT), woning dikatakan “op een slaapgelegenheid aanwezig is” atau “dimana terdapat suatu kesempatan tidur” , dan itu adalah disebut suatu kediaman. Sebutan tempat kediaman lebih tepat, karena gerbong kereta api atau di bawah kolong jembatan, sebuah perahu dapat pula disebut tempat kediaman apabila pada kenyataannya tempat itu digunakan orang untuk berdiam/tempat tinggal. Hoge Raad dalam pertimbangan suatu putusan tanggal 14 Desember 1914, memasukkan tempat kerja sebagai tempat kediaman, asalkan tempat itu merupakan bagian dari tempat kediaman . Objek ruang tertutup adalah suatu tempat yang tidak dipergunakan untuk tempat tinggal atau berdiam, tapi dipergunakan oleh yang berhak untuk tujuan-tujuan tertentu oleh orang-orang tertentu saja dan bukan untuk umum. Misalnya sebuah bangunan yang diperuntukkan sebagai gudang, sebuah bangunan toko pada saat toko tersebut di tutup dan di kunci oleh yang berhak. Namun apabila sebuah toko merupakan bagian dari sebuah tempat tinggal, maka toko tersebut tidak disebut sebagai ruangan yang tertutup, melainkan sebagai rumah atau tempat tinggal. Apa artinya “dipakai orang lain”? Maksudnya adalah rumah, ruangan atau pekarangan yang tertutup itu dipergunakan, ditempati atau dikuasai oleh orang yang berhak. Orang yang berhak ini tidak harus seorang pemilik, bisa juga selain pemilik apabila orang lain itu mendapat hak untuk mempergunakannya, menempatinya atau menguasainya dari si pemilik. Misalnya karena sebab perjanjian, atau sebab “zaakwaarneming” (Pasal 1354 BW). Tanda suatu sebidang tanah dikuasai oleh orang yang berhak, misalnya di atasnya didirkan sebuah bangunan, diberi pagar keliling, digarap atau ditanami, dibersihkan, dipetik hasil tanaman yang tumbuh di atasnya. Pengertian perbuatan memaksa/menerobos masuk sebagaiamana yang diterangkan tersebut di atas, diperluas dalam ayat (3) menjadi/termasuk: • masuk dengan merusak; • masuk dengan memanjat; • masuk dengan menggunakan anak kunci palsu; • masuk dengan menggunakan perintah palsu; • masuk dengan menggunakan pakaian jabatan palsu; atau • masuk dengan tidak setahu yang berhak bukan karena kekhilafan dan kedapatan disitu pada waktu malam. Merusak (braak) adalah perbuatan yang ditujukan pada suatu benda yang menimbulkan akibat benda menjadi rusak, atau singkatnya menjadikan rusaknya suatu benda. Benda yang dirusak adalah benda yang menjadi penghalang untuk memasuki rumah, ruang atau pekarangan yang tertutup. Misalnya pintu rumah atau pintu pagar, jendela, pagar. Untuk dapatnya masuk, diperlukan untuk merusak benda yang menjadi penghalang tersebut. Sifat memaksa masuk ke dalam rumah, ruang atau pekarangan yang tertutup terdapat pada perbuatan merusak tersebut. Untuk selesainya perbuatan memaksa masuk, diperlukan selesainya perbuatan merusak dan perbuatan masuk. Memanjat (inklimming) adalah perbuatan membawa dirinya ke tempat yang lebih tinggi dari semula, baik dengan menggunakan alat misalnya tangga maupun tidak. Pengertian itu diperluas oleh Pasal 99 KUHP, termasuk juga: • masuk melalui lubang yang memang sudah ada, tetapi bukan untuk masuk; • masuk melalui lubang di dalam tanah yang dengan sengaja digali; • begitu juga menyeberangi selokan atau parit yang digunakan sebagai batas penutup. Anak kunci palsu (valsche sleutels) adalah anak kunci yang bukan yang sebenarnya khusus untuk membuka kunci. Misalnya anak kunci yang dibuat dengan meniru anak kunci yang sebenarnya. Namun pengertian semacam itu telah diperluas oleh Pasal 100 KUHP yang menyatakan bahwa “Yang disebut anak kunci palsu termasuk juga segala perkakas yang tidak dimaksudkan untuk membuka kunci. Oleh sebab itu maka benda apapun juga yang bukan anak kunci yang sebenarnya (asli) akan tetapi digunakan untuk membuka kunci. Benda-benda yang dimaksudkan, bisa berupa sepotong kawat atau paku atau obeng yang fungsi atau kegunaan yang sebenarnya bukan khusus untuk membuka kunci. Semua benda apapun juga disebut anak kunci palsu dengan syarat bahwa benda itu dapat digunakan membuka sebuah kunci. Perintah dalam unsur perintah palsu (valsche order) adalah sebuah perintah yang bisa digunakan untuk memasuki sebuah rumah atau pekeangan yang tertutup. Misalnya perintah untuk menggeledah rumah. Perintah palsu dapat terjadi dalam beberapa kemungkinan, ialah: • perintah yang diberikan oleh orang yang sesunggunya tidak berhak; atau • perintah yang diberikan oleh orang yang berhak, tapi isinya bertentangan dengan yang sebenarnya; atau • perintah yang diberikan oleh orang yang berhak dan isinya benar tapi dengan menyalahi prosedur. 2. Tindak Pidana Pasal 167 Ayat (1) yang Kedua Tindak pidana yang dimaksud terdapat dalam rumusan (kalimat): “atau berada disitu dengan melawan hukum dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera”. Apabila rumusan itu dirinci terdapat unsur-unsur: a. Perbuatan: berada disitu; b. dengan melawan hukum; c. atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera. Tindak pidana yang dimaksudkan tersebut di atas, tidak dilakukan dengan perbuatan memaksa (menerobos) masuk, melainkan berada di dalam rumah, ruang atau pekarangan yang tertutup dengan melawan hukum. Misalnya pada saat pintu (gerbang) pekarangan rumah dalam keadaan terbuka, tiba-tiba seorang pemulung masuk ke dalamnya. Orang yang masuk ini bukanlah orang yang memaksa masuk. Tetapi Dia berada disitu dengan melawan hukum, kecuali oleh yang berhak pemulung itu dibiarkan atau didiamkan saja. Perbuatan membiarkan atau mendiamkan tersebeut dapat dianggap telah memberikan ijin secara diam-diam. Sebaliknya apabila orang yang berhak tadi tidak memberi ijin misalnya menyruhnya pergi maka orang itu berada di dalam pekarangan itu, barulah terbit sifat melawan hukumnya perbuatan pemulung yang berada di dalam pekarangan itu. Meskipun telah dilarang dan disuruh pergi/keluar, tidaklah serta merta dengan demikian telah terpenuhi semua unsur dan dapat dipidananya si pemulung tadi. Melainkan setelah diingatkan untuk segera pergi, orang itu tidak segera pergi. Apa indikatornya dari “tidak segera pergi” tersebut? Harus dilihat dari sifat dan keadaan senyatanya secara kasusitis. Pada umumnya diukur dari tiga kali peringatan untuk segera pergi, orang itu tidak juga pergi . Bisa pula diukur dengan menggunakan paksaan oleh seorang SATPAM dsb. Tindak pidana penyerangan terhadap ketenteraman dan kebebasan rumah tangga yang kedua ini, dimaksudkan untuk mempermudah pembuktian apabila terdapat kesulitan untuk membuktikan perbuatan memaksa/menerobos masuk secara melawan hukum. Sebagaimana pada contoh tersebut di atas. Pada umumnya, karena pekerjaannya seorang pemulung akan masuk ke pekarangan rumah apabila pintu pagarnya terbuka atau tidak dalam keadaan terkunci. Oleh sebab itu, tidaklah tepat dikatakan memaksa/menerobos masuk dengan melawan hukum pada seorang pemulung yang masuk pekarangan yang secar kebetulan pintu pagarnya tidak tertutup atau tidak terkunci untuk mencari barang buangan dikeranjang sampah di pekarangan itu. Baru timbul sifat melawan hukumnya pada keberadaannya dalam pekarangan itu setelah diperingatkan untuk segera pergi, bukan pada saat masuknya pekarangan. Dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak pidana yang kedua hanya bisa timbul, apabila sejak awal keberadaan orang itu (pelakunya) di dalam rumah atau pekarangan yang tertutup tersebut sudah mengandung sifat melawan hukum. Oleh sebab itu, tindak pidana Pasal 167 ayat (1) tidak mungkin terjadi kalau sejak awal keberadaan orang dalam rumah atau pekarangan yang tertutup tadi tidak mengandung sifat melawan hukum. Misalnya sejak orang yang menempati rumah yang disewa atau dikontrak, yang habis masa sewa atau kontraknya, dan tidak segera pergi setelah diingatkan oleh si pemilik. Peristiwa terakhir ini, bukan tindak pidana menurut Pasal 167 ayat (1) KUHP, melainkan suatu bentuk wanprestasi saja, yang hanya bisa dilakukan dengan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri. Sama halnya juga dengan seseorang yang sudah menempati sebuah rumah yang kemudian digugat dan kalah, yang kemudian diperingatkan oleh pihak yang menang agar segera pergi, dan tidak segera pergi. Adami Chazawi