Rabu, 30 Desember 2009

TANGGAPAN TERHADAP JEFFRIE GEOVANI HAL PENGHINAAN DALAM UU ITE

Terima kasih atas tanggapan tulisan saya. Salut pd bapak, krn bapak sudah peka terhadap pendpt /kritikan masyarakat. Saya kira tdk banyak teman bapak di DPR yg punya perhatian seperti bapak, banyak yang acuh saja, sy yakin itu.

Saya pribadi tdk menentang penghinaan melalui media elektronik dibentuk menjadi tindak pidana sebagai lex specialis, krn ada sifat khususnya dari penghinaan umum (khususnya pencemaran) yakni dari media/alat yg digunakan. Meskipun, andaikata tdk dirumuskan sebagai penghinaan lex specialis, toh penghinaan melalui media elektronik (internet) tetp bisa menggunakan pasal-pasal penghinaan di KUHP yg sesuai dg kasusnya, dengan cara menafsirkan misalnya berdasarkan tujuan dri dibentuknya kejahatan-2 penghinaan atau yg lbh ekstrim dengan penafsiran ekstensif (meskipun saya menolak ekstensif krana setali tiga uang dg analogi, hampir sama, sdkit saja perbedaannya).

Memang lbh baik dibentuk penghinaan specialis di luar KUHP. Namun sayang pembentuk UU ITE banyak melakukan kesalahan dalam menyusun rumusan Pasal 27 Ayat (3) tersebut. Baru satu rumusan, bgm yg lain??? Kenapa dulu tdk dilibatkan kami-kami dari kalangan akademisi hukum?? Sayang sdh terlanjur. Keliatannya teman-teman bapak di DPR - tim perumus tdk memahami prinsip-2 dasar tentang penghinaan menurut sistem hukum pidana kita yang berkiblat ke WvS Nederland tsb. Sungguh sayang. Kedua juga tdk memahami dan tdk memerhatikan ttg bgm prinsip2 dan hubungan serta syarat-2 suatu tindak pidana lex speciaalis dari suatu lex generalis. Saya beri contoh dengan beberapa pertanyaan saja, apakah bapak sebagai pembuat UU ITE bisa menjawab pertanyaan saya secara tepat yg dpt diterima menurut logika umum?, kalau bapak bingung untuk menjawabnya berarti tim perumus tidak memahami objek yang dikerjakan, meskipun bnyk SH di dalam Tim.

Antara lain, pertnayannya:
1. Apakah unsur/kata/frasa penghinaan dlm Ps 27 (3) mencakup seluruh bentuk penghinaan dlm KUHP (ada 8 macam) tersebut? Misalnya penghinaan ringan?
2. Jika benar iya, apa alasannya? Apa akibatnya dlm praktik/penerapannya?
3. Kalau tidak apa alasananya? Apa akibatnya dlm penerapannya?
4. Mengapa kata penghinaan disejajarkan (istilah dan/atau) dengan pencemaran nama baik? Apa alasannya?
5. Mengapa hanya disebut pencemaran nama baik, padahal objek pencemaran itu bukan nama baik saja, tapi juga kehormatan? Apa kehormatan menurut UU ITE tdk merupakan objek pencemaran?
6. Apa artinya kata penghinaan yg dicantumkan dalam Ps 27 (3) tsb, apa ada bedanya atau persamaannya dgn pencemaran?
7. Apakah alasan/logikanya penghinaan khususnya bentuk pencemaran diancam dg pidana yg sangat berat, enam setengah kali lbh berat dri pencemaran standarnya dlm KUHP. Apalagi kalau dibandingkan dg penghinaan ringan Ps 315 KUHP.
8. Apakah penghinaan disitu dl Ps 27 (3) mrpkan suatu tindak pidana ataukah suatu kelompok bentuk-2 tindak pidana yg menyerang rasa/perasaan harga diri nama baik dan kehormatan pribadi orang?
9. Apakah arti, fungsi dan kegunaan mencantumkan unsur tanpa hak dlm Ps 27 (3) tsb? Terus kira-2 bgm bayangan bapak bagi bp jaksa utk membuktikan dan hakim mempertimbangkan unsur tsb dalam praktiknya?

Cukup sekian dulu pertanyaan saya, yg mohon bapak dpt memberikan jawabannya dan nanti akan saya tanggapi. Tujuan satu-satunya bagi saya, mungkin begitu juga bagi rakyat Indonesia, agar kita tahu Pasal 27 (3) UU ITE tersebut penuh - syarat dgn kesalahan-2. kalau tdk diperbaiki rumusan itu akan berakibat sangat fatal, al:

1. Tidak ada kepastian hukum dari rumusan bentuk penghinaan hasil kerja DPR tersebut?
2. Kami dari kalangan akademisi terus dapat meragukan UU yg bapak hasilkan terutama yang menyangkut hukum pidana.
3. Setiap rumsn tindak pidana yg tdk berkepastian hukum selalu akan makan korban rakyat yang lemaH, miskin, bodoh. Telah terbukti kasus Bu Prita.
4. dalam era penegakan hukum yg buruk seperti skrg ini, kelemahan hukum selalu dpt digunakan sebagai alat pemerasan, alat KKN, alat penyuapan.
5. hukum yg dihasilkan DPR jika buruk akan merndahkan wibawa lembaga tersebut, dan terang merugikan keuangan negara. Sebab untuk membuat satu UU menghabiskan uang rakyat miliaran rupiah, jika UU yg dihasilkan tidak baik sama artinya kinerja DPR tersebut merugikan rakyat.

Pak, itu satu rumusan saja yg saya analisis, belum tindak pidana yang lain dl UU ITE tsb. Lain kali saya akan mencoba utk membedahnya satu-persatu rumusan tentunya berdasarkan pisau analisa ilmu hukum khususnya hukum pidana.

Sekali lagi mohon jawbannya dari pertanyaan saya tsb, nanti pasti kita semua sadar bahwa OH iya kita semua sudah keliru. Saya tunggu?!

Oh ia ya pak, saya menulis sebuah buku tentang hukum pidana positif penghinaan, bulan depan Insya Allah beredar, kiranya anggota komisi hukum DPR perlu membaca buku tersebut. Penerbit ITS Press Surabaya. Sekaligus promosi, nanti jika sdh terbit saya mintakan pada ITS Press untuk mengirim contoh promosi ke bapak.

SELAMAT BEKERJA DAN BERJUANG UNTUK RAKYAT (BUKAN UTK PARTAi). MOHON MAAF.