Selasa, 03 November 2009

Kajian Penahanan Bibit-Chandra

KAJIAN AKADEMIK ATAS PERISTIWA PENAHANAN
BIBIT SAMAD RIYANTO – CHANDRA M. HAMZAH

Mengikuti perkembangan penyidikan oleh POLRI terhadap Bibit Samad Riyanto - Chandra M. Hamzah (Wakil Ketua KPK Non Aktif) yang berlanjut dengan penahanan terhadap mereka yang masih dalam proses pra-penuntutan, kami kelompok pengajar Hukum Pidana dan Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang dengan ini berpendapat sebagai berikut:
1. Bermula dari pernyataan Kabareskrim POLRI (Susno Duadji) yang mempersepsikan POLRI sebagai “Buaya” dan KPK sebagai “Cicak” yang saling berlawanan. Pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang emosional yang menimbulkan kesan bahwa POLRI berusaha untuk membidik orang-orang KPK. Kesan ini menjadi semakin menguat ketika POLRI melakukan penahanan terhadap Bibit Samad Riyanto - Chandra M. Hamzah.

2. a. Secara yuridis normatif berdasarkan Pasal 21 Ayat (1) KUHAP, penahanan bukan merupakan suatu keharusan karena dalam rumusan pasal tersebut hanya disebutkan syarat/batasan untuk dapat dilakukan penahanan. Syarat/batasan yang dimaksud adalah:
Ø Syarat Obyektif, apabila tindak pidana yang disangkakan diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih atau tindak pidana tertentu yang disebut dalam Pasal 21 Ayat (4) huruf b KUHAP;
Ø Syarat Subyektif, yaitu adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri; menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana. Syarat subjektif tersebut bukan semata-mata didasarkan atas keyakinan penyidik, melainkan harus ada indikator-indikator yang mendukung kekhawatiran tersebut.
Ø Indikator-indikator pendukung tersebut harus dicantumkan dalam Surat Perintah Penahanan dan Surat Penahanan.
b. Seringnya Bibit Samad Riyanto - Chandra M. Hamzah mengeluarkan pernyataan kepada pers bukan merupakan indikator adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri; menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana, sebagai syarat penahanan.
c. Berdasarkan Pasal 20 Ayat (1) KUHAP jo. Pasal 7 Ayat (1), penahanan merupakan wewenang penyidik, bukan merupakan “hak”.

3. Secara sosiologis, ternyata penahanan Bibit Samad Riyanto - Chandra M. Hamzah tidak menimbulkan manfaat yang signifikan, bahkan sebaliknya hal tersebut menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.

4. Secara filosofis, penahanan ini tidak dilandaskan pada bukti-bukti yang cukup, terlihat dari adanya pengembalian berkas perkara dari Penuntut Umum kepada penyidik. Sementara itu, orang-orang yang dapat diindikasikan sebagai tersangka yang terkait dengan peristiwa ini belum jelas statusnya. Hal demikian inilah yang menimbulkan rasa ketidakadilan.

5. Secara psikologi massa, saat ini masyarakat Indonesia sedang gigih memerangi korupsi. KPK saat ini disimbolkan/dilambangkan sebagai “pahlawan” dalam perang terhadap korupsi, sehingga setiap upaya “pengkerdilan” terhadap KPK menimbulkan kemarahan besar dari masyarakat. Tindakan penahanan yang dilakukan oleh penyidik POLRI terhadap Bibit Samad Riyanto - Chandra M. Hamzah menimbulkan kesan “pengkerdilan” terhadap KPK.
6. Berdasarkan kajian-kajian tersebut di atas, kami berpendapat bahwa penahanan terhadap Bibit Samad Riyanto - Chandra M. Hamzah merupakan sesuatu tindakan yang tidak tepat, kontraproduktif dan dipaksakan.
MALANG, 2 NOVEMBER 2009
a.n.Kelompok Pengajar:
1. Kabag Hukum Pidana
1. Setiawan Nurdayasakti, SH.MH.

2. Kabag Hukum Administrasi Negara
2. Agus Yulianto, SH.MH.

Mengetahui,
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya





Herman Suryokumoro, SH.MS.
NIP 19560528 198503 1 002