Sabtu, 25 Februari 2012

Putusan Menerima PK Jaksa = Interpretatio est Perversio??

KONSEPSI HUKUM PK PIDANA - KUHAP

Asas hukum PK:

1. PK hanya dpt diajukan pd pts pemidanaan yg tetap;
2. PK hanya dpt diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya;
3. Pts PK tdk boleh lb berat dri pts pemidanaan semula;
4. PK Tidak dibatasi jangka waktu;
5. PK diajukan hanya satu kali;

Asas hukum PK berpijak pada 2 landasan:
Filosofis dan historis

LANDASAN FILOSOFIS:

- Negara terlanjur salah menghukum penduduk yg tdk dpt diperbaiki dg upaya h biasa;
- PK: bentuk pertanggungjawaban negara pada terpidana;
- PK: wujud penebusan kesalahan oleh negara pd terpidana
- PK: upaya mengembalikan hak-2 dan keadilan yang telah dirampas negara secara tidak sah
- Utk itulah Negara memberi hak PK pd terpidana
- PK semata-mata utk kepentingan terpidana

DASAR HISTORIS

- Sejak perjuangan HAM (khususnya utk kepastian hkm) abad XVIII di Eropah trhdp kekuasaan absolut raja-2 terutama di Perancis
- Herziening dlm RSv (titel 18) tidak lepas dari sejarah perjuangan HAM abad XVIII yg dlm h pidana melahirkan asas legalitas dlm Code Penal (1789 dan 1810), yg kemudian dioper ke dlm Ps 1 WvS Ned (1881), yg kemudian berlaku di HB (1918).
Ketika berlaku RSv di HB (1847) CP masih berlaku di Bld.

RSv dioper ke:
- Perma No. 1/1969;
- Perma No. 1/1980;
- Selanjutnya ke KUHAP (Ps 263 – 269)

Menafsir pasal-2 PK dlm KUHAP pertama-tama harus atas dasar filosofi dan historis. Krn pd dasar filosifis dan historis itulah azas-2 PK kokoh berdiri

Asas Herziening (Ps 356, 357 RSv):
- hanya dpt diajukan oleh terpidana (kuasanya) atau Jaksa Agung (procureur general) (357);
- terhadap pts penghukuman yg tetap, dgn alasan:
- keadaan yg tdk diketahui waktu pemeriksaan, yg bila diketahui pts akan bebas, lepas dr tuntutan h, tuntutan jpu tdk dpt diterima, diterapkan ketentuan pidana yg lebih ringan; dan perbuatan yg didakwakan dinyatakan terbukti tanpa diikuti pemidanaan (356).

Catatan: meskipun Jagung boleh PK, tetap terhadap putusan pemidanaan (syarat a), dan utk kepentingan terpidana (syarat b).

Asas herziening RSv diadopsi ke Perma No. 1/1969: (1) diajukan terhadap pts pemidanaan yg tetap; (2) oleh terpidana, Jagung, atau pihak yg berkepentingan, dgn alasan: (a) pts memperlihatkan kekhilafan/kekeliruan nyata; (b) terdpt keterangan-2 dianggap terbukti tapi saling bertentangan; (c) keadaan baru; (d) perbuatan terbukti – tdk diikuti oleh pemidanaan.
Jagung boleh PK tetapi utk kepentingan terpidana. Terlihat dari (a) diajukan pd putusan pemidanaan, dan (b) alasan novum, dilekatkan syarat-2 yg bertujuan meringankan/utk kepentingan terpidana.

Maksud dikeluarkannya Perma No. 1/1969:

- Alasan kebutuhan h yg mendesak – bnyk pemohon PK yg beralasan, namun tdk dpt diperiksa, krn tiada hk acaranya;
Utk mengisi kekosongan hk mengenai PK
- Maksud menambah h acara MA (Ps 31 UU No. 13/1965)
- Perma No. 1/1969 dicabut dg Perma No. 1/1971, dgn alasan seharusnya dg UU;
- Kmd Perma No. 1/1971 dicabut oleh Perma No. 1/1976, Dg dmk Perma 1/69 berlaku kembali (Khusus PK pdta), tdk PK pidana, krn dlm Perma No. 1/1971 dikatakan PK pidana tdk dpt dilayani krn blm ada UUnya.

Perma 1/1980: sifatnya sementara, utk mengatasi pts terlanjur menghukum Sengkon & Karta (1977) yg terbukti tdk bersalah. Dibebaskan MA (1981) atas permintaan PK oleh Jagung. Terbukti Jagung PK utk kepentingan terpidana
Asas PK yg semula dri RSv, diadopsi ke Perma No. 1/1969 diadopsi ke Perma No. 1/198, yg kemudian ke Pasal 263 KUHAP.
Asas legalitas Ps 1 (1) KUHP, kemudian dioper ke dalam Ps 3 KUHAP. Nafas Ps 3 adalah kepastian hk, juga meresap ke Ps 263 KUHAP.

Syarat mengajukan PK – KUHAP:

- Syrt formil [Ps 263 (1)]: (1) terhdp pts penghukuman (2) yg tetap; (3) oleh terpidana atau ahli warisnya. Ini mrpkn azas/fondasi PK.
- Syrt materiil (Ps 263):
Ay (2): adanya (1) keadaan baru; (2) pelbagai pts saling bertentangan; (3) kekhilafan hakim atau kekeliruan nyata;
Ay (3): prbt dinyatakan terbukti tanpa diikuti pemidanaan. Syarat ini tidak tegas, tdk sejalan dg Ps 263 (1) (2), Ps 264 (4), 265 (2) (3), 266 (3), 268 (2).

Dlm hal 2 atrn h yg tdk sejalan, mk yang digunakan adl yg menguntungkan terdakwa yi syarat dlm Ps 263 (1) (2). Asas perkecualian legalitas & in dubio pro reo

Jk Ay (3) dianggap berlaku, mk hrs menggunakan tafsir sistematis - yi menurut Ay (1) (2), mka dlm pts PK yg diperbaiki adalah pertimbangan hkmnya, bukan amarnya. Sesuai pula dg Ps 266 Ay (3).

MA menerima PK jaksa sejak pts M. Pakpahan s/d Pollycarpus dgn interpretatio est perversio?, terlihat:

1. Menafsir “pihak yg berkepentingan” dlm Ps 21 UU 14/1970. Dlm prk pidana, jaksa adlh pihak, maka jaksapun dpt mengajukan PK.
Padahal: (a) dlm penjelasan Ps 21 tegas dinyatakan bhw pihak yg berkepentingan dlm pkr pidana: terhukum atau ahli warisnya (otentik,yg hrs diturut). (b) Ps 263 KUHAP sbg lex specilialis dri Ps 21 (lex generalis), mestinya dg melihat lex specialisnya.

2. MA menafsir “pihak-2 yg bersangkutan” dlm Ps 23 (1) UU No. 4/2004 dlm pkr pidana adl jaksa, mk jaksa juga berhak PK.
Mrpkn pertimbangan setengah jadi – tdk tuntas dg logika terbalik. Krn dgn memotong kalimat dlm Ps 23 (1) tsb.
Logika terbalik, krn menafsir yg berhak PK dlm Ps 263 (lex specialis) berdasarkan Ps 23 UU 4/2004 (lex generalis).

3. Menurut MA, Ps 23 (1) UU No. 4/2004 (24 (1) UU 48/2009) tidak melarang jaksa PK, krn itu jaksa boleh PK.
Tentu saja tdk mungkin pihak-2 in concreto disebut atau dilarang dlm lex generalis. Pihak in concreto pasti disebut dlm lex specialisnya, in casu PK pidana dlm Ps 263 (1) KUHAP.
Kalau cara menafsir seperti itu, bisa juga dibalik, karena tdk disebut dlm Ps 23 (1) UU 4/2004 maka dilarang.
Penafsiran MA setengah jadi – tidak tuntas dgn logika terbalik. Tafsir akal-akalan?

4. Menurut MA:norma Ps 263 (1) tdk jelas, utk memperjelas menggunakan ekstensif, menyimpulkan bhw jaksa dpt PK. Begitukah ekstensif??
Menggali utk menemukan hukum, (a) penafsiran trhdp bunyi UU yg blm jelas atau h yg blm ada. Utk Ps 263 (1) tdk mungkin ditafsir dg ekstensif, krn normanya ada dan sdh jelas. (b) menggali dgn menggunakan hk terhdp kasus konkret, menemukan hukum yg bisa diberlakukan pd kasus konkret yg sama/serupa yg lain.
Ekstensif : memberi arti dari suatu unsur dalam rumusan tindak pidana berdasarkan arti yang msh dpt diterima logika pd saat sekarang (Moeljatno). Tdk jelas unsur/kata yg mana dlm Ps 263 (1) yg ditafsir. Jk kata terpidana diberi arti skrg dg jaksa, itu tdk mungkin.

Tdk benar cara itu ekstensif melainkan interpratatio est perversio?. Kata ekstensif sekedar menghindari penggunaan analogi atau menghindari interpretatio est perversio
Norma Ps 263 (1) sudah jelas. Dari kacamata mana bisa berkesimpulan tdk jelas?
Jk dihubungkan dgn Ps 263 (3), justru tdk jelas. Namun Ps 263 (1) jelas, mk mestinya menggunakan yg jelas dan yg menguntungkan terdakwa (in dubio pro reo)

UU merupakan suatu sistem, suatu kesatuan yg terdiri dr pasal-2. Sbg sistem, norma pasal yg satu berhubungan dgn norma pasal yg lain, tdk terlepas dan berdiri sendiri.
Jk membaca/menafsir hrs diletakkan dlm proporsinya.
Menafsir dg menyimpang dr maksud norma ps ybs, akan bertentangan dgn norma pasal yang lain, merusak hukum UU sbg suatu sistem. Contoh menafsir Ps 263 (1) - jaksa ada tercakup di dlmnya, akan merusak sistem /konsepsi hk PK, bertentangan dg norma Ps 1 angka 12; Ps 3, Ps 263 (2a); Ps 266 (3), Ps 264 (4), Ps 265 (2,3), Ps 268 (2).

5. MA merujuk Article 84 Statute of International Criminal Court, ttg Revision of Conviction or Sentence (PK), bunyinya sbb:
1. The convicted person or, after death, spouses, children, parents, or one person alive at the time of the accused”s death who has been given express written instructions from the accused to bring such a claim or the prosecutor on the person’s behalf, may apply to the Chamber to revise the final judgment of conviction or sentence on the grounds that……”

- Namun MA hanya terpaku pd kt “prosecutor”, tdk membaca lengkap setidaknya dua kt berikutnya (on the person,s behalf, lengkapnya “or the prosecutor on the person’s behalf”...” sehingga menyimpulkan jaksa (prosecutor) berhak PK. Pd hal kalau dibaca lengkap, maka jaksa mengajukan PK adalah utk dan atas kepentingan terpidana, secara a contrario tdk diperbolehkan PK utk memberatkan terpidana.
Lagi-2 MA menafsir dgn memotong kalimat?.

6. Utk meyakinkan hasil tafsirnya, MA merujuk Ps 248 (3) UU No. 31/1997. Se-olah2 UU Peradilan Militer berlaku pada peradilan umum.

MA menafsir lex generalis atas dasar lex specialis. Atau memberlakukan lex specialis (Ps 248 UU 31/1997) terhadap lex generalis (Ps 263 KUHAP).
Lagi-lagi MA menafsir dg menggunakan logika terbalik. Seharusnya hk PK dlm KUHAP berlaku bagi PK perkara militer.
Lihat Ps 269 KUHAP: “Ketentuan Ps 263 s/d 268 berlaku bagi acara permintaan PK terhadap pengadilan di lingkungan peradilan militer”.
Catatan: Oditur boleh PK alasannya jika prbt dinyatakan terbukti tanpa diikuti pidana (Ps 248 ay), sementara pts-2 MA tdk memenuhi syarat tsb.

7. Menurut MA: Ps 263 (1) tdk tegas melarang jaksa PK. MA membangun logika: Krn terdakwa bebas tdk mungkin PK, mk logikanya PK atas pts bebas utk jaksa. Diperkuat dg Ps 263 (3): prbt terbukti tanpa pidana.
Benar Ps 263 (3) tdk jelas, krn: (1) apa arti perbuatan? (2) Tdk sejalan dgn norma Ps 263 (1,2) Ps 263 (1) (2) dan psl2 lain ic: 264 (4), 265 (2), 266 (3), 268 (2);
Penafsiran sistematis (UU sbg suatu sistem), mk Ps 263 (3) tdk bisa dilepaskan dri Ps 263 (1) (2) dan psl2 lain ic: 264 (4), 265 (2), 266 (3), 268 (2);

Benar Ps 263 (3) tdk jelas: (1) apa arti perbuatan? (2) Tdk sejalan dgn norma Ps 263 (1,2) Ps 263 (1) (2) dan psl2 lain ic: 264 (4), 265 (2), 266 (3), 268 (2);
Sementara Ps 263 (1) (2), 264 (3), 265 (2) (3), 266 (3), 268 (2) jelas, mk norma yg jelaslah yg berlaku:
norma yg jelas tdk boleh ditafsir (interpretatio cecat in claris) berdasarkan norma lain yang tidak jelas,  dan
yg in casu norma yg jelaslah yg menguntungkan terdakwa. Mestinya norma yang jelas yang berlaku.

Jika Ps 263 (3) dianggap berlaku mk:
Prbt dlm Ps 263 (3) hrs diartikan prbt sbg unsur tindak pidana, bukan tindak pidana, Mk amar pts PK adlh pelepasan dr tuntutan hk (Ps 191 ay 2).
Atau brdskn tafsir sistematis (UU sbg suatu sistem), hrs ditafsir dg menghubungkan pd Ps 263 (1) (2) jo Ps 266 (3), mk diartikan bhw MA dlm pts PK memperbaiki pertimbangan hk, utk menyesuaikan dgn amar bebas semula.

8. MA merujuk Ps 4 (1) Perma No. 1/1969, dikutif secara salah, yi Permohonan PK pts pidana yg tetap hrs diajukan oleh phk yg berkepentingan atau Jagung”.
MA tdk mengutif lengkap, perkataan terpidana tidak dikutif.
MA meninggalkan Ps 3: “MA dpt meninjau kmbli atau memerintahkan ditinjau kembali suatu pts pidana yg tidak mengandung pembebasan”. Jelasnya pts pemidanaan, yg artinya Jagung mengajukan PK adlh utk kepentingan terpidana.

9. MA merujuk Ps 10 (1) Perma No. 1/1980: “PK dpt diajukan atas pts yg tetap oleh Jagung atau pihak yg berkepentingan.
Perkataan terpidana tdk dikutif
MA tdk memerhatikan Ps 9 (1): “MA meninjau kembali pts pidana yg mengandung pemidanaan yg tetap ..”
Juga MA tdk memerhatikan Ps 11: Jk Jagung yg memasukkan permohonan PK, mk selekas mungkin diberitahukan ke pd TERPIDANA. Dgn disebutnya “terpidana”, artinya PK dpt diajukan Jagung kalau pts mempidana, bkn bebas.

Asas PK: diajukan satu kali

Ps 24 (2) UU No. 48/2009 jo Ps 268 (3) KUHAP jo Perma 10/2009;
Norma tsb hnya berlaku pd PK yg diajukan sesuai Ps 263 (1) KUHAP, yi yg diajukan terpidana kmd ditolak MA, tdk berlaku pd PK terpidana yg semula dibebaskan yg kmd dipidana MA yg mengabulkan PK jaksa.
Krn: (1) Terpidana tdk boleh kehilangan hak PK yg blm digunakannya; (2) bhw PK jaksa adlh pelanggaran hk; (3) pertentangan antara hak yang sah dgn kewajiban yg ditimbulkan oleh pelanggaran hk, mk hrs menggunakan hak yg sah dg melalaikan kewajiban yg timbul oleh prbt melanggar hk.

Akibat pengabulan PK jaksa: al.:

1. Kacaunya sistem Hk PK dlm KUHAP, al:

- Mengacaukan keberlakuan norma yg brsngktn langsung dgn Ps 263 (1), al: Ps 1 angka 12; 3; 263 (2a); 264 (4); 265 (2,3); 266 (3); 268 (2).
- Dgn dikabulkannya PK jaksa, apakah hapus hak PK terpidana (skrg) mengingat PK hanya 1 kali?. Jk - iya, mrp kezaliman, pelanggaran HAM oleh negara, Jika dibenarkan melanggar Ps 268 (3)?
- Apkah Jaksa boleh PK trhdp pts PK yg membebaskan?
- Kapankah pts bebas PK memperoleh kepastian hkm?
- Bgm dgn kasasi demi hukum asli milik jaksa?

2. Tdk ada lagi kepastian hkm PK

- Telah dirampasnya hak penduduk yg dipts bebas utk hidup tenang dan damai – bebas dari rasa takut dan was-was bhw negara tidak akan menuntut lagi. Pelanggaran HAM?
- Sudah masuk praktik negara kekuasaan?
- Pengabaian asas PK utk kepentingan terpidana menyebabkan PK tdk punya arti lagi
- Dlm keadaan penegakan hukum yg msh dipengaruhi KKN., membuka peluang pts bebas utk disalahgunakan menjadi alat pemerasan.

MA disatu pihak konsisten, terbukti:

- Menyatakan tidak dapat diterima PK jaksa kasus Mulyar bin Samsi (84PK/Pid/2006).
- Kedepan  putusan ini dpt menjadi tolak ukur/acuan, dan bisa menjadi yurisprodensi.
- Alasannya: asas perkecualian legalitas yg selalu menguntungkan terdakwa & in dubio pro reo. Mk bila ada dua hukum pada saat yg sama berlaku, dari sumber yang setingkat/sama, maka harus dipilih - hukum yang menguntungkan terdakwa.

KESIMPULAN:

1. Jk bangsa ini masih konsisten, ke depan MA hrs tdk menerima lagi PK jaksa. Pts MA prk Mulyar bin Samsi (2006)  sbg tolak ukurnya, dan menjadi yuriprodensi;

2. Jk bangsa ini sdh berniat utk tdk konsisten lagi dgn asas-2 PK yg menjujung tinggi keadilan ; hak terpidana, kepastian hukum & ; HAM, dan berani ambil resiko dikecam – krn kemunduran dua abad ke belakang, dan utk sekedar ingin memberi hak PK jaksa, mk bangunan sistem hkm PK dlm KUHAP harus diruntuhkan dulu.

- Bangunan hkm PK yg diruntuhkan: Ps 1 angka 12, Ps 263 (1)(2a); Ps 264 (3)(4); Ps 265 (2); Ps 266 (2b)(3); Ps 268 (2). Di atas reruntuhan itu, kmd dibangun konsepsi hk PK yg baru & berbeda dgn konspsi hk PK dlm KUHAP yg skrg. Landasan filosofi & sejarah PK semula kita lupakan.

3. Jk bangsa ini tetap konsisten mempertahankan azas PK dlm KUHAP, tetapi juga ingin memberi hak Jaksa PK secara terbatas, mk hrs dianggap sbg perkecualian dgn UU yg sangat ketat, agar tdk dpt disalahartikan & disalahgunakan.
Praktik penegakan hk yg membenarkan PK jaksa yg skrg hrs diakhiri, alasan utamanya krn melanggar hk & HAM & merusak sistem hk yg sdh teratur dan baku.

TERIMA KASH

JIKA TERDAPAT KESALAHAN, SEBAGAI MANUSIA BIASA SAYA MOHON MAAF DAN MAKLUM
JIKA PANDANGAN SAYA ADA YG DINILAI BENAR, KEBENERAN TERSEBUT ADALAH MERUPAKAN PANDANGAN KITA SEMUA
SEMOGA APA YANG DISAMPAIKAN SEDIKIT BERGUNA SEBAGAI BAHAN MENTAH DALAM PENELITIAN INI. A M I I N.