Senin, 21 Desember 2009

SATU LAGI KEKELIRUAN PENGHINAAN DALAM UU ITE

SATU LAGI KEKELIRUAN PENGHINAAN DALAM UU ITE

DAN

PENERAPANNYA PADA KASUS LUNA MAYA

Penulis: Drs. Adami Chazawi, S.H (Dosen FH UB)

SUBSTANSI PENGHINAAN dan PENCEMARAN

Penulis sudah menuangkan pendapat/buah pikiran mengenai kesalahan dalam membentuk/merumuskan tindak pidana penghinaan dalam UU ITE. Penulis beri judul ” PENGHINAAN DALAM UU PENYIARAN & UU ITE, APANYA YANG SALAH? Tulisan yang sekarang ini kelanjutan dari pandangan Penulis tersebut, terinsfirasi dari kasus Sdri. Luna Maya. Akan meluncur pandangan-pandangan Penulis berikutnya, sampai habis akal Penulis memelototi UU ITE tersebut. Tentu tulisan-tulisan Penulis mengenai penghinaan di media internet adalah sebagai pelengkap dari buku Penulis ”Hukum Pidana Positif Penghinaan” yang diterbitkan oleh ITS Press Surabaya.

Penghinaan dalam UU ITE (Pasal 27 Ayat (3) merumuskan: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusukan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik"

Tindak pidana tersebut di atas diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Penulis hendak mennganalisis frasa (unsur) pertama muatan penghinaan, dan kedua muatan pencemaran nama baik. Dari kedua frasa tersebut terdapat kesalahan fatal dari rumusan tindak pidana penghinaan menurut UU ITE.

Jelas, bahwa sebagai lex specialis dari lex generalis dalam Bab XVI Buku II KUHP, pengertian yuridis "pencemaran" dan "penghinaan" dalam rumusan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE harus mengacu pada bentuk-bentuk penghinaan dan pengertian yuridis beserta unsur-unsur dari bentuk-bentuk penghinaan khususnya pencemaran dalam lex generalisnya in casu Bab XVI KUHP tersebut. Disebabkan UU ITE tidak memberikan pengertian yuridis dari kedua kualifikasi pencemaran maupun penghinaan.

Adapun bentuk-bentuk penghinaan adalah:

1. pencemaran lisan [Pasal 310 Ayat (1)];

2. pencemaran tertulis [Pasal 310 Ayat (2)];

3. fitnah (Pasal 311 - 314);

4. penghinaan ringan (Pasal 315);

5. pengaduan fitnah (Pasal 317);

6. menimbulkan persangkaan palsu (Pasal 318);

7. penghinaan terhadap orang mati lisan (Pasal 320); dan

8. penghinaan terhadap orang mati tertulis (Pasal 321)

Nah, frasa penghinaan dalam rumusan Pasal 27 Ayat (3) harus dicari dalam KUHP, in casu Bab XVI, yang tiada lain ada 8 macam bentuknya. Tentu saja di dalamnya ada pencemaran. Dengan demikian juga pengertian yuridis pencemaran dalam UU ITE harus dicari dalam KUHP khususnya Pasal 310.

KESALAHAN PEMBENTUK UU ITE

Kesalahan Pertama:

Dari satu kajian yuridis tersebut sudah nampak kesalahan pembentuk UU ITE mencantumkan pencemaran disamping (dengan istilah ”dan/atau”) penghinaan. Menggambarkan seolah-olah pencemaran tersebut berbeda dan berdiri sendiri disamping penghinaan. Padahal pencemaran tersebut adalah salah satu bentuk atau bagian dari penghinaan.

Kesalahan Kedua:

Apabila dihubungkan dengan berat-ringannya pembebanan tanggung jawab pidana, kesalahan Pembentuk UU IE lebih nampak lagi. Dengan mencantumkan frasa penghinaan (disamping pencemaran) menimbulkan masalah besar, ialah:

1. Kedelapan bentuk penghinaan (dalam KUHP) tadi jika dilakukan dengan menggunakan sarana eletronik diancam pidana yang sama yakni maksimum 6 tahun penjara dan/atau denda maksimum Rp 1.000.000.000,00 (satu milar rupiah). Padahal jika kembali pada azas penghinaan yang dibeda-bedakan menjadi 8 macam tadi yang diancam dengan pidana yang berbeda-beda, artinya dibebani tanggungjawab sendiri-sendiri secara berbeda-beda berat ringannya. Lebih fatal lagi jika pertanggungjawaban pidana pada penghinaan ringan disamakan dengan fitnah oleh UU ITE dengan ancaman pidana yang sama, yakni maksimum 6 tahun penjara. Padahal menurut azasnya, pada penghinaan ringan tanggungjawab pidananya jauh lebih ringan dari pada fitnah atau juga pencemaran. Penghinaan ringan diancam pidana dengan 4 bulan 2 minggu penjara, sementara pencemaran lisan dengan pidana penjara maksimum 9 bulan dan pencemaran tertulis – 1 tahun 4 bulan. Menurut UU ITE melesat naik - sama-sama menjadi maksimum 6 tahun. Tidak jelas apa ratio yang dipakai Pembentuk UU ITE sehingga menjadi demikian fantastis?? Barangkali tidak pakai ratio, melainkan selera belaka. Mungkinkah dipesan oleh kekuatan politik tertentu??, tidak jelas. Seolah-olah jenis-jenis penghinaan dengan menggunakan sarana elektronik itu merupakan kejahatan yang sangat berat?? Begitukah ??

2. Seolah-olah pencemaran itu mengandung muatan yang sama dengan penghinaan, padahal tidak. Pencemaran merupakan bagian dari penghinaan.

3. Dengan dicantumkan/disebutkan frasa ”pencemaran dan/atau penghinaan”, bisa terjadi salah menafsirkan - seolah-olah bentuk-bentuk penghinaan selain pencemaran – tidak masuk dalam pengertian/cakupan tindak pidana Pasal 27 Ayat (3) UU ITE. Padahal dengan menyebutkan istilah penghinaan di dalamnya sudah pasti orang harus kembali pada sumber pokoknya ialah Buku XVI KUHP.

KASUS Sdri. LUNA MAYA

Singkat kata Luna Maya menulis di Twitter: ”Infotemnt derajatnya lebih hina dari pada pelacuran, pembunuhan, may ur soul burn in hell about 13 hours ago”.

Pertanyaan hukumnya ialah ”apakah kalimat yang demikian sudah cukup alasannya untuk menggunakan/menerapkan UU ITE”??

Salah satu syarat dapatnya dituntut jenis-jenis penghinaan termasuk menurut UU ITE, ialah jika ada orang tertentu yang karena itu terserang nama baiknya atau kehormatannya, dan untuk itu orang itu mengajukan pengaduan.

Dua syarat tersebut sudah terpenuhi. Pertama wartawan-wartawan yang tergabung dalam infotainment telah merasa diserang nama baik atau kehormatannya. Sebagai buktinya mereka telah mengajukan pengaduan pada polisi.

Persoalannya tidak sesederhana itu? Lihatlah azas penghinaan, ialah:

· Pertama, infotainment itu suatu kelompok orang (komunal). Jika objeknya komunal, maka tidak masuk pada penghinaan Bab XVI KUHP, melainkan berada di luarnya dan bukan lagi masuk kelompok/bentuk-bentuk kejahatan yang objeknya nama baik dan kehormatan pribadi orang, melainkan masuk kelompok tindak pidana lain yang tersebar dalam beberapa Bab KUHP. Contoh penghinaan terhadap objek khusus tertentu, misalnya “agama”, penghinaan terhadap golongan penduduk, dan penghinaan bendera dan lambang negara yang masuk pada kelompok Kejahatan Ketertiban Umum (Bab V), dll. Dalam hal ini bukan lagi merupakan delik aduan. Sementara penghinaan khusus pada infotainment sebagai objek penghinaan khusus semacam itu, tidak ada dalam UU, KUHP maupun UU ITE. Lagi pula bentuk-bentuk penghinaan Bab XVI buku II KUHP, termasuk penghinaan menurut UU ITE bentuk lex specialisnya adalah merupakan delik aduan. Persolannya jika masuk delik aduan, untuk objek khusus infotainment siapakah yang berhak mengajukan pengaduan? Tidak jelas, bukan? Padahal dalam delik aduan, orang yang berhak mengajukan pengaduan harus jelas (lihat Pasal 72-75 KUHP).

· Kedua, objek penghinaan dalam Bab XVI (tentu berlaku pula bagi bentuk-bentuk penghinaan dalam UU ITE), yaitu: hanya orang pribadi tertentu. Apa artinya hanya subjek hukum “orang” yang memiliki nama baik dan kehormatan, dan tertentu yang artinya orang yang identitasnya jelas. Identitas subjek hukum orang pribadi tertentu adalah, siapa namanya, apa jenis kelaminnya, dimana dan kapan Ia dilahirkan, berapa umurnya, dimana tempat tinggalnya, dll. Jika orang yang menjadi objek jenis-jenis penghinaan itu lebih dari satu, maka identitas-identitas pribadi juga lebih dari satu dan tertentu. Tidak orang pada umumnya. Dari sudut objek penghinaan (termasuk pencemaran), maka sulit kasus Sdri. Luna Maya ini hendak diterapkan UU ITE, demikian juga KUHP.

Andaikata syarat mengenai objek ini terpenuhi, misalnya orang yang bernama Dul Begog yang dikatakan demikian oleh Sdri. Luna Maya, maka masuk ke tindak pidana penghinaan yang mana?, mengingat bentuk-bentuk penghinaan ada 8 macamnya. Yang jelas, tidak mungkin pencemaran, karena pada pencemaran perbuatannya tersebut harus berupa “menuduhkan melakukan perbuatan tertentu (een feit) pada orang tertentu yang membuat pribadi orang tertentu terserang nama baik atau kehormatannya. Tentulah perbuatan menulis dengan tulisan seperti itu tidak atau bukan termasuk menuduhkan orang melakukan suatu perbuatan tertentu. Perbuatan tersebut sesungguhynya merupakan perbuatan yang dilarang dalam penghinaan ringan saja (Pasal 315 KUHP). Disamping itu akan muncul persoalan yang lain lagi. Dalam hal ini akan timbul dua faham yang berbeda/bertentangan, terhadap pertanyaan hukum yang sangat penting, ialah: apakah penghinaan ringan termasuk dalam Pasal 27 Ayat (3) ITE?. Dua pandangan tersebut ialah:

1. Pendapat yang mengatakan bahwa penghinaan ringan tidak termasuk dalam cakupan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE. Alasannya disebabkan: Pertama, kualifikasi pencemaran disebutkan dalam Pasal 27 Ayat (3) secara tegas. Apabila Pembentuk UU ITE menghendaki penghinaan ringan termasuk di dalamnya, mestinya kualifikasi penghinaan ringan di masukkan pula disamping pencemaran, padahal kenyataannya tidak. Kedua, kualitas penghinaan ringan tidak sama dengan pencemaran, lebih-lebih lagi fitnah. Tidak adil dan diluar logika hukum kualitas dua tindak pidana yang jauh berbeda diberikan acaman dengan pidana yang sama persis.

2. Pendapat yang mengatakan bahwa penghinaan ringan bisa masuk cakupan Pasal 27 Ayat (1) UU ITE, dengan alasan kualifikasi penghinaan dicantumkan dalam rumusan. Sementara arti penghinaan menurut lex generalisnya di dalamnya ada penghinaan ringan. Pendapat ini juga sudah diluar logika dan akal sehat. Disebabkan kualitas (tinggi-rendah/tingkat sifat jahat) pencemaran (apalagi fitnah) sangat berbeda dengan penghinaan ringan. Tidak dibenarkan memberikan ancaman pidana yang sama terhadap dua atau lebih tindak pidana yang tingkat sifat jahatnya (jauh) berbeda.

Singkat kata, rumusan Pasal 27 Ayat (3) menjadi persoalan, yang persoalan ini membuat tidak ada kepastian hukum. Padahal salah satu pengukur adanya keadilan itu, pertama-tama adalah kepastian hukum. Kepastian hukum harus ditegakkan untuk mencapai keadilan, karena di dalam norma hukum sudah terdapat keadilan dan kemanfaatan di dalamnya.

Untuk jenis-jenis penghinaan selain pencemaran dan penghinaan ringan tidak mungkin masuk dalam kasus semacam kasus Sdri. Luna Maya ini.

KESIMPULAN

Kasus semacam kasus Sdri. Luna Maya bukan termasuk Pasal 27 Ayat (3) UU ITE. Dan bukan juga penghinaan ringan menurut Pasal 315 KUHP, mengingat objek tindak pidananya tidak jelas.

Untuk sementara, sekian.

Malang, 21 Desember 2009.