Minggu, 03 Juni 2012

RECHTSVERWERKING DALAM PUTUSAN PENGADILAN DAN HUKUM POSITIF

(Dari sisi hukum adat – pelepasan hak/rechtsverwerking) 1. Pasal 32 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (1) Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. (2) Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu telah tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut. Catataan: Ketentuaan ayat (2) berupa perwujudan dari hukum adat mengenai pelepasan hak (rechtsverwerking) dalam hukum positif. 2. Pasal 1963 KUH Perdata. Siapa dengn itikad baik, dan berdasarkan suatu alas hak yang sah, memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya, dengan jalan daluwarsa dengan suatu penguasaan selama 20 tahun. Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama 30 tahun, memperoleh hak milik, dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan alas haknya. 3. Pasal 1967 KUH Perdata: Segala tuntutan hukum, baik yang bersifat perbendaan maupun yang bersifat perseorangan, hapus karena daluwasa dengan lewatnya waktu 30 tahun, sedangkan siapa yang menunjukkan akan adanya daluwarsa tersebut tidak usah mempertunjukkan suatu alas hak, lagi pula tidak dapatlah dimajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk. 4. Putusan Pengadilan yang berhubungan: Hukum adat juga mengenal lewatnya waktu (daluwarsa) yang menghapuskan hak atau memperoleh suatu hak. . KUH Perdata menentukan batas waktu secara tegas, yakni 30 tahun, Dalam hukum adat mengenal “lembaga” yang disebut dengan rechtsverwdrking atau “pelepasan hak” karena dengan lewatnya waktu tertentu seperti juga dalam KUH Perdata. Lembaga daluwarsa maupun rechtsverwerking berpijak pada azas kepastian hukum (rechtszekerheid). Dalam hukum adat lamanya waktu tersebut tidak ditentukan secara umum seperti KUH Perdata – lewatnya waktu 30 tahun. Namun waktu tersebut ditentukan secara kasuistis, berdasarkan keadaan-keadaan tertentu dan sifat penguas`an dengan itikad baik yang berlangsung dalam jangka waktu sekian lama (tertentu) secara terus menerus, maka hukum menganggap orang yang semula berhak – melepaskan haknya. Sebaliknya orang yang menguasainya secara terus menerus memperoleh hak.. Dalam berbagai yurisprodensi ditentukan ialah: 15, 18 tahun, 20 tahun, yang terlama 30 tahun (sama dengan KUH Perdata). Lembaga rechtsverwerking tersebut telah terbukti dalam berbagai yurisprodensi RvJ atau HR maupun MA, antara lain sbb.: a. “Apabila antara perbuatan hukum yang dapat dibatalkan/batal dan saat pengajuan gugatan telah lewat 18 tahun, maka gugatan itu tidak dapat dianggap diajukan dengan itikad baik”. Putusan MA No. 499K/Sip/1970 (4 Pebruari 1970): b. “Menduduki tanah selama 20 tahun tanpa gangguan, sedang pihak lawan selama itu membiarkan keadaan demikian, adalah persangkaan berat bahwa pendudukan (bezit) itu adalah berdasarrkan hukum”. Putusan RvJ Jakarta 13 Januari 1939, T. 241: c. “Menduduki tanah dalam waktu lama tanpa gangguan, sedangkan yang menduduki tanah bertindak sebagai pemilik yang jujur mendapatkan perlindungan hukum”. (Putusan RvJ Jakarta 12 Januari 1940, T 154 hal 269). d. Menurut ketentuan yang berlaku dalam BW suatu gugatan menjadi kadaluwasa dalam waktu 30 tahun (Ps 835 BW). (MA 19 April 1972 No. 26K/Sip/1972). e. Dengan selama 24 tahun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri tentang barang warisan dari ibunya, penggugat yang kemudian mengajukan gugatan, dianggap telah melepaskan haknya (PT Surabaya, 24 Nopember 1952). f. Dalam hukum adat tindakan yang menyebabkan pemindahan hak bersifat contant, sedangkan pendaftaran menurut UUPA dan peraturan pelaksanaannya bersifat administratif (MA 29 Agustus 1970 No. 123K/Sip/1970.). g. Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan MA. Karena para penggugat terbanding telah selama 30 tahun lebih membiarkan tanah sengketa dikuasi oleh almarhum Ny. Ratiem dan kemudian oleh anak-anaknya, hak mereka sebagai ahli waris yang lain darh almarhum Atma untuk menuntut tanah tersebut telah sangat lewat waktu (rechtsverwerking). h. Bahwa sekalipun penghibahan tanah-tanah sengketa oleh tergugat I adalah tanpa ijin penggugat, namun karena Ia membiarkan tanah tersebut dalam keadaan sekian lama, mulai 23 Oktober 1962 sampai gugatan diajukan yakni 18 Juni 1971 (9 tahun), sikap penggugat harus dianggap membenarkan keadaan tersebut. (MA 21-1-1974 No. 695K/Sip/1973). i. “...,.., mereka telah membiarkannya berlalu sampai tidak kurang dari 20 tahun semasa hidupnya Daeng Patappu tersebut, suatu masa yang cukup lama sehingg mereka dapat dianggap telah meninggalkan haknya yang mungkin ada atas sawah sengketa, sedang tergugat pembanding dapat dianggap telah memperoleh hak milik atas sawah sengketa. (MA 9-12-1975: No. 295K/Sip/1973). j. Keberatan yang diajukan penggugat untuk kasasi bahwa hukum adat tidak mengenal daluwarsa dalam hal warisan tidak dapat dibenarkan, karena gugatan telah ditolak bukan atas alasan daluwarsanya gugatan, tetapi karena dengan berdiam diri selama 30 tahun lebih penggugat asal dianggap telah melepaskan haknya (rechtsverwerking). (MA 11-12-1975 No. 200K/Sip/ 1974). Catatan: Dari yurisprodensi MA ini membuktikan dari sisi akibat, bahwa daluwarsa mempunyai persamaan dengan rechtsverwerking. Daluwarsa mengacu pada lamanya waktu tertentu menyebabkan hapusnya hak disatu pihak atau diperolehnya hak dipihak lain. Demikian juga rechtsverwerking sebagaimana dalam hukum adat mengacu pada pelepasan hak yang didasarkan berlangsungnya jangka waktu yang lama tertentu. Sementara dipihak lain memperoleh/menimbulkan sesuatu hak. Substansi kedua-duanya sama yakni (1) begantung pada lamanya waktu tertentu, dan (2) akibat hukumnya juga sama yakni disatu pihak, hapusnya hak (hukum perdata) atau pelepasan hak (hukum adat), dan dipihak lain memperoleh hak. k. Orang yang membiarkan saja tanah menjadi haknya selama 18 tahun dikuasai oleh orang lain dianggap telah melepaskan haknya atas tanah tersebut (rechtsverwerking). (MA 24-9-1958. No. 329K/Sip/1957). l. Bahwa seandainya memeng penggugat terbanding tidak berhak atas tanah tersebut, kenyataan bahwa tergugat-tergugat sampai sekian lama (27 tahun) menunggu untuk menuntut pengembalian tanah tersebut menimbulkan anggapan hukum bahwa mereka telah melepaskan hak mereka (rechtsverwerking) (MA: 29-1-1976 No. 783K/Sip/1973). m. Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan MA. Penggugat terbanding yang telah menduduki tanah tersebut untuk waktu yang lama, tanpa gangguan d`n bertindak sebagai pemilik yang jujur (rechtshebende te goeder trouw) harus dilindungi oleh hukum. (MA 29-1-1976 No. 783K/Sip/1973). Kesimpulan: 1. Dari berbagai yurisprodensi tersebut di atas, substansinya adalah karena telah lewat waktu yang sekian lamanya seseorang yang semula membiarkan tanahnya dikuasai oleh orang lain tanpa menggangu gugatnya, hukum menetapkan bahwa orang itu telah melepaskan haknya. 2. Berdasarkan hukum perdata dan hukum adat khususnya lembaga rechtsverwerking seperti yang diterapkan dalam banyak putusan pengadilan, , maka segala tuntutan hukum oleh siapapun yang merasa berhak atasnya hapus karena daluwarsa atau hapus karena pelepasan hak (rechtsverweking). 3. Syarat rechtsverwerking adalah: • Menduduki tanah yang semula hak orang lain dengan itikad baik; • Berlangsung sekian lama secara terus menerus – tidak terputus, yang dalam waktu tersebut tidak ada komplain/permintaan keluar atau menyerahkan atau teguran dalam bentuk apapun dari pihak yang semula berhak; • Lamanya waktu tersebut tidak ditentukan batasnya – tidak seperti hukum perdata (ditetapkan 30 tahun), namun melkihat beberapa sifat dan keadaan pendudukan dan tanah yang bersangkutan serta hukum kebiasaan setempat.