Jumat, 29 Januari 2010

BISAKAH PRESIDEN dan/atau WAKIL PRESIDEN DIBERHENTIKAN DALAM MASA JABATANNYA?

H. Adami Chazawi (FH UB)

UUD Negara memberikan jalan untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya (Pasal 7A dan 7B: perubahan ketiga tanggal 10 Nopember 2001).

Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa
jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan
Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadiladilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Apakah Pansus Bank Century sekarang berjalan menuju pemberhentian Presiden dan/Wakil Presiden? Para anggota Pansus beramai-ramai menyatakan bahwa Pansus sama sekali tidak ada maksud berjalan kesana. Tapi siapa tahu, pekerjaan politik tersebut berujung pada apa yang dipopulerkan media dengan pemakzulan? Putusan politik tidak bisa ditebak dan diterka-terka? Pagi ngomong A sore sudah berubah B. Makanya bisa dimengerti jika Bapak Presiden SBY mengumpulkan para Pejabat Tinggi Negara di Istana Presiden Bogor belum lama ini. Kiranya ada maksud mengantisipasi kalau-kalau akhirnya Pansus berjalan kearah sana. Bisa jadi tujuan akhirnya Pemberhentian Presiden/dan atau Wakil Presiden jika terbukti dari pekerjaan Pansus kasus Bank Century membuahkan hasil temuan bahwa di dalamnya terdapat tindak pidana korupsi yang melibatkan Presiden dan /atau Wakil Presiden??????.

Diantara sekian alasan / dasar untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden, dari hasil pekerjaan politik Pansus Bank Century hanya mungkin dengan menggunakan satu alasan saja. Bilamana di dalam kebijakan Bank Century tersebut mengandung muatan tindak pidana korupsi, dan Presiden dan/atau Wakil Presiden terlibat di dalamnya. Tentu saja temuan semacam ini harus ditindak lanjuti oleh KPK. Apabila KPK mengusut dan menetapkan Ibu Sri Mulyani dan Bapak Budiono sebagai tersangka, mengajukannya ke Penuntut Umum untuk diajukan ke Pengadilan sebagai terdakwa dan kemudian diputus bersalah sampai putusan mempunyai kekuatan hukum tetap (mungkin sampai tingkat kasasi). Barulah DPR punya alasan untuk mengajukan permintaan ke Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan /atau Wakil Presiden telah melakukan tindak pidana korupsi. Sungguh masih panjang jalannya???

DPR tidak bisa mengajukan permintaan semacam itu tanpa terlebih dulu ada putusan peradilan pidana yang mempidana yang bersifat tetap karena melakukan korupsi. Mahkamah Konstitusi tidak mungkin bisa membuat putusan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan korupsi tanpa terlebih dulu ada putusan peradilan pidana yang menghukum yang telah bersifat tetap. Mahkamah Konstitusi tidak berwenang memutus dan menetapkan Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan tindak pidana tertentu (termasuk korupsi), tanpa terlebih dulu ada dan didasarkan pada putusan peradilan pidana yang mempidana karena bersalah melakukan tindak pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Meskipun Pasal 7B Ayat (5) UUD Negara menyatakan bahwa “Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penuapan, timndak pidana berat lainnya ...” Kata memutuskan dalam rumusan tersebut tidak sama nilai dan artinya dengan peradilan pidana yang memutuskan tentang “keyakinan terdakwa (berdasarkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah) telah bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan”. Sifat putusan Mahkamah Konstitusi hanya bersifat declaratoir/menyatakan saja, bukan bersifat menghukum. Putusan yang menghukum ialah putusan peradilan pidana yang dijadikan landasan/dasar putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
Jelasnya, bahwa untuk menghentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dengan menggunakan alasan melakukan tindak pidana berat termasuk korupsi, tidak bisa semata-mata melalui kekuatan politik di DPR dan MPR saja, tetapi harus didahului oleh proses perkara pidana di dalam sidang peradilan pidana.

Penulis tidak menghendaki menggelindingnya pengungkapan/penyelesaian kasus Bank Century menuju ke pemberhentian Presiden. Cukuplah, jika memang di dalam pengambilan kebijakan terhadap Bank Century yang bikin heboh ini sampai pada pernyataan DPR adanya kesalahan saja. Tidak perlu dilakukan pengusutan ke arah pidana, Keputusan DPR mengenai hal yang demikian merupakan pukulan yang sangat berat bagi Presiden dan/atau Wakil Presiden beserta jajran kabinetnya. Siapa tahu ada menteri yang karena itu mengundurkan diri secara sukarela, meniru negara-negara maju di dunia ini. Jika terbukti benar hasil kerja Pansus berujung pada keputusan bahwa pengambilan kebijakan Bank Century meupakan kesalahan/kekeliruan yang di dalamnya mengandung korupsi. Jaksa Agung dapat menggunakan haknya untuk menghentikan agar keputusan yang demikian tidak menggelinding terus sampai ke penututan pidana dengan cara mendeponir atau mengesampingkan perkara demi kepentingan umum melalui Pasal 35 UU No. 16 Tahun 2004. Kiranya lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya bagi rakyat bila Presiden dan/atau Wakil Presiden ditengah jalan dihentikan.

Kita mengharap DPR tidak menciptakan suatu keadaan yang memaksakan Presiden dan Wakil Presiden untuk menghadapi perkara pidana pada saat sedang menjalankan tugas jabatannya. Karena sekali terjadi akan menjadi Preseden buruk. Sabar....??? Meskipun dari sudut hukum sah-sah saja, tetapi akibat akhirnya bagi rakyat sangat tidak menguntungkan. Bilamana pemerintahan diganggu terus, pemerintahan tidak dapat focus dalam upaya menjalankan program-progamnya, yang berimbas pada rakyat seluruhnya. Keadaan yang demikian ini dapat dijadikan alasan pemerintah pada saat program mensejahterkan rakyat tidak tercapai.

Demikian pendapat penulis. Kali yang lain kita ketemu lagi.
Kampus FH UB 30 Januari 2010.